Rabu, 02 April 2014

Ujian Penjaga Konstitusi

Terkuaknya kasus suap yang menjeret Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menjadi titik balik kepercayaan publik. Sebelum kasus suap terbongkar, kepercayaan publik begitu besar. Namun, kepercayaan tersebut runtuh ketika Akil Mochtar ditangkap. Mengembalikan kepercayaan publik adalah ujian terberat bagi lembaga ini. Bagaimanapun kepercayaan publiklah yang selama ini menjadi penopang lembaga-lembaga negara agar bisa bekerja dengan baik. Sejumlah hasil jajak pendapat Kompas merekam, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga hukum yang citranya relatif terjaga baik di mata publik.
Pada Juni 2012, misalnya separuh lebih responden (56,8 persen) menilai citra lembaga ini baik. Citra positif tersebut tidak lepas dari sejumlah putusan MK yang dipandang sebagai terobosan. Sebut saja soal putusan terkait pekerja ahli daya dan pekerja tetap perusahaan pemberi kerja yang menurut MK berhak atas manfaat yang adil tanpa diskriminasi (Kompas, 18/1/2012).
Namun, hasil jajak pendapat Kompas seminggu setelah penangkapan Akil Mochtar memperlihatkan angka yang anjlok drastis dibandingkan dengan jajak pendapat sebelumnya. Hasil sigit tersebut mencatat hanya 8,8 persen responden yang masih memberi nilai positif terhadap citra MK. Anjolknya citra MK menjadi potret betapa tergerusnya kepercayaan publik terhadap penjaga konstitusi. Untungnya, langkah MK cukup sigap dan cepat dalam mengendalikan lembaganya. Pembentukan Majelis Kehormatan MK yang salah satunya menghasilkan rekomendasi pemberhentian tidak hormat kepada Akil Mochtar patut diapresiasi. Setidaknya hal ini berpengaruh pada persepsi publik.
Hasil jajak pendapat Kompas pada pertengahan Desember lalu menunjukan peningkatan apresiasi publik. Sebanyak 27,2 persen responden menilai citra MK baik. Meskipun deikian, angka ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan apresiasi publik sebelum kasus suap yang menjerat Akil Mochtar. Bahkan, pergantian kepemimpinan di tubuh MK dengan terpilihnya Hamdan Zoelva dan Arif Hidayat sebagai pasangan ketua dan wakil ketua MK belum mampu menjamin pemulihan kepercayaan publik pada lembaga ini. Hasil survei Kompas mencatat, pendapat publik terbelah atas kondisi kepemiminan baru MK tersebut. Sebanyak 47,7 persen responden tidak yakin kepemimpinan Hamdan Zoelva berhasil mengembalikan kewibawaan MK, dan 40,1 persen responden menyatakan sebaliknya.

Kasus Pilkada

Publik juga memberi penilaian atas kinerja MK menangani kasus-kasus sengketa pemilu kepala daerah (pilkada). Sikap publik terbelah. Sebanyak 47,4 persen responden tidak yakin MK di bawah kepemimpinan Hamdan Zoelva akan mampu memutus kasus sengketa pilkada lebih baik dibandingkan sebelumnya. Terungkapnya kasus suap yang menjerat Akil Mochtar sedikit banyak mempengaruhi persepsi publik tersebut. Akil Mochtar yang mantan anggota Partai Golkar, terkait sengketa pilkada yang juga menyeret politisi Partai Golkar, Chairun Nisa, yang turut ditangkap KPK. Terpilihnya Hamdan Zoelva yang notabene mantan politisi Partai Bulang Bintang juga memunculkan kekhawatiran publik terhadap independensi MK. Publik ragu kepemimpinan Hamdan akan menjamin netralitas putusan MK, terutama terkait dengan kepentingan partai politiknya.
Meskipun demikian, publik tidak sampai beranggapan perlunya penghapusan kewenangan MK dalam memutus sengketa pilkada. Seluruh lebih responden (53,6 persen) masih melihat MK sebagai lembaga peradilan yang dipercaya untuk mengadili sengketa pemilu dan pilkada. Perkara perselisihan hasil pilkada menempati jumlah terbanyak kedua setelah jumlah pengajuan undang-undang. Sejak MK dibentuk (2003), jumlah perara uji materi UU mencapai 807 perkara yang masuk. Sementara itu perkara perselisihan pilkada, sejak tahun 2008 sampai akhir 2013, tercatat 638 perkara. Dari jumlah itu, 608 di antaranya diterima disidangkan. Sebanyak 388 putusannya ditolak dan hanya 64 gugatan yang dikabulkan.
Dari data itu tampak bahwa hanya 10 persen perkara perselisihan pilkada yang dikabulkan gugatannya. Artinya, tidak banyak perselisihan pilkada yang berakhir dengan pemungutan suara ulang atau pembatalan keputusan KPUD terkait hasil pilkada. Meskipun demikian, kasus terkuaknya suap yang menyeret Akil Mochtar semakin meneguh kan pilkada menjadi “jebakan” bagi independensi MK. Buntut dari runtuhnya kepercayaan publik terhadap MK adalah terjadinya tindakan anarkis diruang sidang MK saat menggelar sidang putusan perkara perselisihan hasil pilkada Provinsi Maluku, 14 november 2013. Kasus anarkis yang pertama kali terjadi di persidangan MK ini menjadi peringatan bahwa lembaga ini sedang diuji.

Ujian MK

Namun, jika kita ikuti rekam jejak MK, lembaga ini telah beberapa kali diuji. Pemilu 2009 jadi ujian pertama. Pada pertengahan Febuari 2010, publik dihebohkan oleh kasus pemalsuan surat MK terkait putusan hasil perolehan suara Partai Hanura di Daerah Pemilihan (Dapil) Sulsel 1. Hal ini berdampak pada perebutan kursi DPR dari dapil itu. MK pun tidak luput dari tuduhan Nazaruddin, terpidana kasus korupsi proyek wisma atlet, pada Mei 2011 Ketua MK saat itu, Mahfud MD, mengungkapkan soal pemberian uang senilai 120.000 dollar AS oleh Nazaruddin kepada salah seorang petinggi MK. Terakhir putusan PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan presiden soal pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida sebagai hakim konstitusi. Kondisi ini bisa berdampak pada penyelesaian sengketa pemilu. Sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa pemilu, soliditas, independensi, dan kewibawaan MK menjadi sebuah keniscayaan. Inilah ujian terberat bagi sang penjaga konstitusi.

Oleh : Yohan Wahyu
Litbang Kompas

Kompas, jumat, 10 Januari 2014

Penyebab Rusaknya Moral Remaja

PERLU kita sadari bersama, saat ini negara kita sudah memasuki zaman yang penuh tantangan, cobaan serta hambatan. Dengan adanya kemajuan di bidang teknologi informasi maupun teknologi yang lain, kesemuanya mempunyai efek negatif yang ikut memperlancar kemaksiatan, kerusakan moral dan pelanggaran hukum agama. Ujung-ujungnya menjadi tantangan berat yang harus kita hadapi bersama.
Dampak yang nyata sekarang ini terjadi sebagian besar dialami oleh remaja atau istilah lain dikenal dengan remaja ABG (anak baru gede). Dalam usia ini umumnya remaja belum memiliki kematangan sosial (social maturity) sehingga masih labil dalam menentukan sikap, tingkah laku dan perbuatan.
Mereka masih mudah terkena pengaruh atau rangsangan-rangsangan dari luar. Dalam kondisi ini kadang-kadang dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan dengan memberikan ajaran-ajaran, ide-ide, motivasi-motivasi yang pada gilirannya bisa membentuk suatu sikap dan gaya hidup bahkan kepribadian.
Dengan pengaruh yang sangat besar itu setidak-tidaknya remaja harus diberi pembinaan langsung dari orang tua atau orang lain yang mengarah pada kebaikan. Jangan tinggal landas begitu saja masa bodoh, karena merasa sudah dewasa bisa mengurus dirinya sendiri. Kalau ini dibiarkan bisa berakibat fatal.
Remaja dengan mudah berbuat kemaksiatan-kemaksiatan karena jauh dari pengawasan. Bisa saja terjadi banyak anak remaja hamil di luar nikah. Betapa besar bahayanya sehingga masa depan anak jatuh, orang tua menanggung malu.
Pengaruh-pengaruh yang merangsang remaja yang hamil di luar nikah diantaranya, satu, mudahnya orang menyaksikan kemaksiatan lewat berbagai media baik cetak maupun elektronik. Majalah yang menampilkan gambar porno dengan mudah didapat, dijajakan oleh para pengasong di pinggir jalan, bacaan porno, demikian pula kaset VCD porno, hampir setiap rental menyediakan.
Dua, pergaulan laki-laki dan perempuan yang semakin bebas sehingga orang lebih mudah mendapatkan kenikmatan sesaat di berbagai tempat, di hotel-hotel, losmen, diskotek, kafe, panti pijat dan tempat-tempat biliar. Anak usia remaja banyak terjerumus menjadi budak pemuas nafsu setan. Disinyalir banyak kasus pelajar, mahasiswa-mahasiswa yang "nyambi" untuk menjual dirinya baik sebagai WTS atau gigolo.
Tiga, banyak remaja yang salah persepsi terhadap perbuatan dosa, karena informasi keliru yang diterimanya. Contoh pakar seksologi maupun psikologi mengatakan bahwa onani atau masturbasi wajar dilakukan oleh remaja, sehingga banyak remaja melakukannya. Padahal menurut hukum agama itu adalah perbuatan dosa besar.
Empat, hubungan seks yang dilakukan oleh sesama jenis laki-laki dengan laki-laki (homosex) dan perempuan dengan perempuan (lesbian), dan masih banyak contoh yang belum bisa disebutkan yang menyebabkan mengapa remaja banyak yang hamil di luar nikah.
Batas kenakalan remaja tidak hanya sampai di situ saja, bahkan sekarang remaja berani mencoba-coba menyalahgunakan narkoba yang baru ramai-ramainya diburu orang. Kalau seorang remaja telah kecanduan narkoba moralnya akan jadi kotor sehingga timbul kejahatan yang dialami remaja.
Remaja mulai berani pada orang tua, mabuk-mabukan, judi dan lain sebagainya. Ini sangat memprihatinkan. Kalau ini dibiarkan berlarut-larut negara kita bisa hancur karena generasi remaja yang bobrok tak bermoral.
Narkoba
Menteri Urusan Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa di Jakarta 3 Februari tahun 2000 dulu pernah mengungkapkan, 64 dari 1024 SMU di Jakarta terdapat 290 kasus yang menyebabkan muridnya terpaksa dikeluarkan dari sekolah karena ketergantungan narkoba dan menjadi pengedar narkoba. Bahkan di Jakarta ada suatu perguruan tinggi terkenal yang menurut perkiraan dosennya 50% mahasiswanya terlibat narkoba. Departemen Pendidikan Nasional juga mengungkapkan, 97% korban narkoba berusia 13-25 tahun. Masa itu adalah masa perkembangan remaja.
Bahaya seorang remaja yang telah kecanduan narkoba antara lain:
a)      Bisa merusak mental tingkah laku. Narkoba tersebut bila sudah diminum, dimakan dihisap atau disuntikkan maka zat akan beredar ke seluruh tubuh dan sebagian masuk kejaringan otak. Kegiatan syaraf manusia dan pusat pengatur/pengendali tingkah laku seseorang, maka apabila otaknya terganggu, kesemuanya ikut terganggu pula seperti sulit tidur, malas, mudah marah, badan jadi rusak dan tidak peduli dengan peraturan-peraturan, hukum-hukum dan norma-norma sehingga berani melakukan hal-hal yang tercela dan melanggar hukum.
b)      Bisa menyebabkan kecelakaan, sebab pecandu obat-obat tersebut bisa mengalami distorsi ilusi/kesalahan dalam daya penglihatan. Kendaraan yang sudah dekat dikira masih jauh sehingga mengalami kecelakaan. Bisa juga jarak yang jauh dianggap dekat sehingga orang sedang mabuk narkoba, terjatuh dari gedung yang bertingkat tinggi, karena merasa jaraknya dengan tanah hanya setapak kaki saja sehingga akhirnya menemukan ajalnya.
c)      Bisa menyebabkan kerugian harta benda dan waktu, sebab pecandu obat tersebut berani melakukan berbagai macam kejahatan tanpa merasa dirinya bersalah.
d)     Menyebabkan kemelaratan sebab harga obat-obatan tersebut jelas sangat tinggi maka jumlah pengeluaran juga semakin meningkat. Akhirnya harta yang dimilikinya bisa terjual habis.
e)      Bisa menyebabkan kematian. Pecandu obat tersebut setiap harinya harus mengkonsumsi dalam dosis yang selalu meningkat untuk mendapatkan efek yang sama. Kalau tidak badan bisa nyeri dan sakit yang luar biasa sehingga sampai kepalanya dibentur-benturkan ketembok atau lengannya disilet dan disedot darahnya sampai akhirnya menemui ajal.
f)       Lebih-lebih bagi wanita, bahayanya lebih besar lagi sebab bisa mengganggu siklus menstruasi dan tidak haid selama memakai obat. Bisa kering rahim menyebabkan mandul dan menimbulkan kista (benjolan pada rahim). Bisa mengganggu alat reproduksi yang menyebabkan payudara mengecil / badan menjadi kurus, postur tubuh jadi kerempeng tidak menarik lagi. Nafsu makan berkurang sehingga badan menjadi kurus, tidak bercahaya dan tidak cantik lagi.
Ketagihan obat-obat terlarang bisa nekat melakukan apa saja untuk mendapatkannya termasuk menjual dirinya karena ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana caranya mendapatkan obat-obatan tersebut.
Secara hukum negara, pengedar, pengguna, pemilik narkoba bisa dikenai ancaman hukum, sampai dengan hukuman mati.
Dalam UU No. 5/1997 tentang Psikotropika dan UU No. 22/1997 tentang Narkotika, dicantumkan hukuman minimal dan hukuman maksimal, denda Rp 750 juta sampai dengan hukuman mati.
Dengan melihat bahwa serta pengaruh yang sangat besar ini secepatnya pemerintah segera mengatasi dengan melihat sosok pemuda / remaja merupakan sosok generasi penerus dan harapan bangsa masa depan. Adapun solusi terbaik pertama yang harus ditempuh yaitu lewat jalur keluarga (Adanya komunikasi antara remaja dan orang tua. Hal -hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
1)      Keteladanan orang tua
Pepatah lama mengatakan "Air cucuran atap jatuh kepelimbuhan juga" atau "Buah tidak akan jatuh dari pohonnya". Hal tersebut menggambarkan betapa pentingnya keteladanan orangtua dalam membina dan mengasuh membentuk watak anak-anaknya.
2)      Kerukunan anggota rumah tangga.
Dengan meningkatkan taraf hidup keluarga seringkali orangtua tidak mendidik anak-anak prihatin lagi, dengan alasan cukup saya sebagai orang tua yang susah. Anak-anak jadi manja karena diberi pembantu rumah tangga, kalau tidak ada pembantu, ibunya menjadi pembantu bagi anak-anaknya. Padahal pada waktu orangtuanya susah, anak-anak selalu diajak berpartisipasi di dalam kegiatan rumah tangga.
3)      Perubahan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat berlawanan sikap orangtua yang otoriter (menang sendiri).
Peran orangtua generasi pascakemerdekaan seringkali memaksakan atau mengeluh karena terjadi benturan nilai-nilai yang pada zamannya dengan nilai-nilai modernisasi di era globalisasi dewasa ini. Contoh, dalam sopan santun tata krama hubungan anak dengan orang tua, pada zaman sekarang dibesarkan dalam era demokratis, hak asasi manusia, konsumerisme, dan lain-lain.
Benang merah yang sangat fundamental dalam hubungan orang tua dengan anak yang dewasa ini semakin langka yaitu komunikasi dua arah/ timbal balik.Yang lebih banyak diterima oleh anak adalah pemaksaan dari orang tua bahwa anak harus begini harus begitu, tidak boleh ini tidak boleh itu, sementara sang anak lebih mengharapkan usapan kasih sayang di kepalanya serta perhatian dan sapaan yang halus dari orangtua.
4)      Penciptaan kondisi kehidupan islami.
Dalam rangka membina generasi muda yang mandiri dan produktif, pendidikan di lingkungan keluarga memegang peranan yang sangat penting. Pendidikan di keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Pendidikan keluarga melandasi dan menjadi pondasi bagi generasi muda, terlebih-lebih menghadapi pola kehidupan modern yang mengarah kepada kehidupan yang bebas.
Penanaman nilai-nilai keagamaan sejak dini akan dapat membentengi generasi muda terhadap kemungkinan terjadinya perilaku negatif sebagai dampak dari kehidupan modern. Upaya menanamkan sikap mental yang mandiri dan produktif dapat dilakukan melalui latihan-latihan untuk mengembangkan rasa tanggungjawab, jiwa ulet, tangguh dan trengginas, antara lain dengan mengurus kebutuhan sendiri, seperti mencuci pakaian, memelihara kebersihan lingkungan, berkebun, dan lain-lain.
Jadikanlah kita semua ini menjadi generasi muda mandiri harus memiliki tekad yang kuat, tidak boleh loyo dan berputus asa.

-Nunik Hartini, S Ag, Guru SMK PGRI Wonogiri
http://www.suaramerdeka.com/harian/0309/20/kha2.htm

Angka Pernikahan Dini Tinggi, Mayoritas Pengantin Perempuan Sudah Hamil

Angka pernikahan di bawah umur di Yogyakarta terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data dari kantor Pengadilan Agama (PA) Kota Yogyakarta selama tahun 2013 tercatat 49 kasus, sedangkan dari Januari sampai Februari 2014 ini, telah ada 8 kasus pernikahan di bawah umur. 
"Permintaan dispensasi perkawinan ke Pengadilan Agama didominasi oleh kalangan remaja tingkat SMP dan SMA," jelas Humas Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, Ahmad Zuhdi, Jumat (14/03/2014). 
          Ahmad Zuhdi menuturkan, rata-rata umur yang mengajukan permintaan dispensasi pihak laki-laki di bawah 19 tahun dan pihak perempuan di bawah 16 tahun. Ironisnya, dari permintaan dispensasi perkawinan, kebanyakan perempuannya sudah dalam keadaan hamil. 
"Kebanyakan mereka datang ke pengadilan dengan kondisi pihak perempuan sudah hamil," jelasnya. 
          Tingginya kawin muda di Kota Yogyakarta ini, lanjutnya, akibat maraknya pergaulan bebas serta kurangnya pengawasan dan perhatian dari pihak keluarga. Selain itu, karena rendahnya moralitas dan kurangnya pendidikan. 
''Semuanya kembali pada pribadi masing-masing individu," katanya.Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Edy Heri Suasana mengatakan, pihaknya telah berusaha semaksimal mungkin dalam upaya menekan pergaulan bebas. 
Upaya sudah dilakukan sejak lama. Salah satunya dengan memberikan pelajaran tentang reproduksi dan bahayanya di dalam kurikulum. Seperti pada mata pelajaran Biologi, Pendidikan Kewarganegaraan serta Bimbingan Konseling (BK) oleh guru BK. 

"Perlu kerja sama beberapa pihak, selain pendidikan juga lingkungan dan keluarga," pungkasnya.

Oleh : Wijaya Kusuma
Kontributor Yogyakarta

Kompas, jumat, 14 Maret 2014

Politik Devide et Imper

Dalam Wikipedia, devide et impera merupakan politik pecah belah atau disebut juga dengan adu domba adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Dalam konteks lain (dalam Wikipedia), devide et impera juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.
          Aplikasi politik devide et impera antara lain, menyelenggerakan jenjang pendidikan yang terkotak-kotakkan. Kelompok bangsawan diarahkan pada sekolah "unggulan", seperti Europeesche Lagere School (ELS), Hollandsch Inlandsche School (HIS), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs Mulo atau Hogere Burgerschool (HBS). Di tingkat pendidikan tinggi, Belanda mendirikan sekolah dokter untuk pemuda Jawa, yaitu School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA). Para bangsawan mendapatkan bahasa pengantar bahasa Belanda. Penguasaan bahasa tersebut seolah membawanya pada tataran yang tinggi. Sampai saat ini masih banyak kaum tua yang "membanggakan" kemampuannya menguasai Hollandsche sprechen tersebut. Belanda berhasil mengkotak-kotakkan warga bumi jajahannya. Hanya segelintir saja di antara mereka yang mau membagikan ilmu kepada sesama manusia, bahkan perempuan di negeri ini pada saat itu. Dunia edukasi mengalami masa-masa kelam.
          Rupanya, kaum kolonial tidak begitu saja meninggalkan negeri jajahannya selama 350 tahun. Jejak "perbuatannya" dalam aplikasi devide et impera tersebut tidak lantas hilang dari wajah bumi ini. Sampai beratus generasi kemudian, devide et impera masih terpelihara. Hingga saat ini penggolongan kelas sosial masih berlaku di kalangan masyarakat kita. Dunia edukasi di negeri ini juga tidak luput dari cengkeraman bayangan politik devide et impera. Kehadiran berbagai jenis jenjang edukasi, seperti sekolah unggulan, sekolah plus, sekolah bertaraf Internasional, atau rintisan sekolah bertaraf nasional, cukup menjadi bukti kuatnya pengaruh politik devide et impera dalam dunia edukasi.
Kemerdekaan menyisakan sejarah panjang perjuangan, tetapi sisa-sisa peradaban abad kolonial seolah masih terpelihara. Aspek-aspek maerial menjadi landasan utama dasar pengkotak-kotakkan masyarakat di bidang edukasi pada era modern. Yang paling banyak berperan dalam hal ini adalah orang tua siswa. Pilihan untuk belajar ke pusat-pusat pengkotakkan tersebut lebih merupakan ambisi orang tua. Kebanyakan anak bak kerbau di cocok hidung. Terkadang anak yang biasa-biasa pun terseok-seok mengikuti arus ambisi kedua orangtuanya. Perdebatan antara pihak pro-kontra dibiarkan berlarut-larut tanpa perdebatan. Begitu panjangnya sejarah devide et impera, sampai akhirnya satu titik-terang terkuak ke permukaan ketika pada akhirnya putusan MK mengubah segalanya. Satu noktah devide et impera menemui ajalnya. Namun, meskipun sudah diakhiri, disadari atau tidak, tidak mudah bagi pihak-pihak yang sangat memuja devide et impera untuk melepaskan hal itu. Meninggalkan zona aman memang buan perkara yang mudah.
          Tawuran antarwarga kebanyakan atau pertikaian antarpetinggi dan selebritis menjadi wujud kegagalan dunia perpolitikan di negeri ini. Reformasi menjadi titik awal kehadiran pengkotak-kotakkan masyarakat yang memang sejak lama tidak mampu mengenyahkan bayang devide et impera "bawaan" era kolonialisme. Arena pemilihan menjadi lahan empuk untuk menjaring simpati massa pendukung. Lihatlah perilaku kandidat penguasa yang pada awalnya dikonstruksi untuk bertindak so manis dan berlagak bak peragawati yang mencari perhatian. Pada momen inilah masyarakat kembali terkotak-kotakkan: menjadi simpatisan fanatik yang percaya sepenuh hati kepada kandidat penguasa, bersikap antipati atau mengukuhkan diri untuk menjauh dari kehidupan sarat partai, dan bersikap antipati tetapi terpaksa memihak salah satu kandidat agar kandidat lain yang dianggap "bahaya" tertahan perolehan suaranya.
Kisruh wajah politik di negeri ini terungkap dalam sebuah puisi fenomenal yang pemuatannya sempat menuai kontroversi. Puisi yang ditulis dan dimuat pada sebuah harian terbitan tahun 2007 tersebut berjudul "Malaikat". Sesaat setelah pemuatan puisi tersebut, banyak pihak yang merasa kebakaran jenggot dan memaknai karya sastrawan Saeful Badar itu dengan pemaknaan yang sangat dangkal. Pembatalan atas pemuatan puisi itu tidak dapat dihindari. Sang penyair ditekankan untuk menulis permohonan maaf di media bersangkutan. Sang editor mendapatkan surat pencopotan dalam tempo singkat. Pihak-pihak yang merasa tersinggung alpa tentang sifat puisi. Puisi tidak dapat dimaknai pada tataran kulitnya saja. Ia memiliki sifat khas lain yang terkadang tidak mampu ditembus awam, yaitu pemaknaan berbingkai. Semakin dalam di telusuri semakin banyak lapisan makna yang harus dikuak. Puisi "Malaikat" berbicara tentang perilaku politisi yang mementingkan kepentingan sendiri dan sangat tidak peduli kepada rakyatnya. Rakyat ditipu dengan rasa manis yang ia gulirkan untuk menjaring dukungan. Namun, ketika sudah menduduki singgasana, ia alpa untuk menunaikan janji-janji berbalut lapisan gula itu. Sebenarnya, puisi itu berbicara apa adanya tentang kondisi politik di negeri ini dan perilaku para politisi yang sebenarnya tidak mumpuni menjadi politisi. Puisi itu berbunyi: Mentang-mentang punya sayap/Malaikat begitu nyinyir dan cerewet/Ia berlagak sebagai makhluk baik / Tapi juga galak dan usil /Ia meniup-niupkan wahyu /Dan maut /Ke saban penjuru (2007). Isi puisi itu dapat diaplikasikan pada kondisi dan situasi politik saat ini. Beberapa kasus besar cukup menjadi bukti atas krisis kepemimpinan dan kesalahpenempatan orang itu.
Muhammad saw sejak beratus tahun lalu sudah memprediksi kehancuran sebuah negeri karena aspek salah tempat tersebut. Dalam sebuah hadist beliau bersabda bahwa pemimpin itu adalah perisai memerangi musuh rakyatnya dan melindungi mereka. Jika pemimpin itu mengajak rakyatnya kepada ketaqwaan kepada Allah dan bersikap adil maka pemimpin itu bermanfaat bagi rakyat, tetapi jika dia memerintahkan selain itu maka pemimpin itu merupakan musibah bagi rakyatnya (HR. Muslim). Negeri bertitel zamrud khatulistiwa tersebut kini kehilangan keindahannya karena kisruh politis yang terjadi. Terlebih kini dengan seringnya negeri ini dilanda musibah beruntun. Apakah musibah itu juga diakibatkan ketidakadilan pemimpin yang salah tempat?


Oleh : RESTI NURFAIDAH
Staf Balai Bahasa Jawa Barat

Harian Galamedia, Senin, 4 Februari 2014